Total Pengunjung

Selasa, 12 April 2011

Ketosis pada Sapi Perah



Ketosis (Acetonemia) pada Sapi Perah
Ketosis merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di sapi perah. Ketosis terjadi akibat kekurangan glukosa di dalam darah dan tubuh. Peristiwa ini biasanya sering terjadi pada sapi yang bunting tua (masa kering) atau sapi-sapi habis melahirkan (Masa awal laktasi) dengan produksi susu yang tinggi.
Penyebab
Pada masa kebuntingan tua kebutuhan akan glukosa meningkat karena glukosa pada masa itu sangat dibutuhkan untuk perkembangan pedet dan persiapan kelahiran. Sedangkan pada masa awal laktasi glukosa dibutuhkan sekali untuk pembentukan Laktosa (gula susu) dan lemak, sehingga jika asupan karbohidrat dari pakan kurang maka secara fisiologis tubuh akan berusaha mencukupinya dengan cara glukoneogenesis yang biasanya dengan membongkar asamlemak dalam hati. Efek samping dari pembongkaran asam lemak di hati untuk di dapatkan hasil akhir glukosa akan meningkatkan juga hasil samping yang disebut benda2 keton (acetone, acetoacetate, β-hydroxybutyrate (BHB)) dalam darah.
Ketosis dapat bersifat primer, seperti pada sapi yang mempunyai produksi susu tinggi dengan pemberian karbohidrat dalam pakan yang kurang. Tetapi ketosis juga bisa bersifat skunder, yaitu akibat gangguan penyakit tertentu yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat meskipun karbohidrat dalam pakan yang diberikan cukup. Kejadian ketosis yang bersifat skunder dapat terjadi akibat kasus Displasia Abomasum, Metritis, Peritonitis, Mastitis atau penyakit2 yang menyebabkan penurunan nafsu makan dalam waktu yang lama.
Gejala
Ada dua bentuk, yaitu adanya pembuangan benda2 keton dan gangguan syaraf. Pada awalnya biasanya hewan akan mengalami penurunan nafsu makan lebih dari 2 atau 5 hari, kemudian malas bergerak, kaki gemetar, jalan sempoyongan atau bahkan tidak kuat berdiri. Pengeluaran benda2 keton bisa dideteksi dengan adanya bau khas keton pada urine, susu atau dari nafas sapi yang menderita. Gejala gangguan syaraf kadang-kadang dapat terlihat, ditandai dengan sering menjilat, memakan benda2 asing disekitarnya dan kadang kala bisa mengalami kebutaan.
Diagnosis
Dengan melihat gejala klinis pada sapi2 yang menderita, pemeriksaan adanya pengeluaran benda2 keton pada susu, urine dan nafas serta pemeriksaan kadar keton pada urine, susu atau darah. Pemeriksan cepat benda2 keton untuk dilapangan biasanya menggunakan dipstick.
Nova Test urine test strips

Terapi
Pada intinya terapi yang dilakukan adalah untuk mengembalikan kadar gula dalam darah ke level normal dan mengurangi kadar keton. Terapi yang dapat dilakukan adalah pemberian infus larutan Glukosa 50% sebanyak 500ml, Propylene Glycol 250-400 g/dosis, PO 2x sehari. Injeksi Glukokortikoid (Dexametason) 5-20 mg/dosis, IM. Ada juga yang menyarankan dengan terapi insulin 150-200 IU/hari, IM.
Penanganan Kasus
Biasanya peternak melaporkan bahwa sapinya rubuh (tidak bisa berdiri) pada masa awal masa kering, beberapa hari sebelum lahir dan beberapa hari/minggu setelah melahirkan. Sapi pada saat dilaporkan biasanya dalam kondisi rubuh, nafsu makan turun atau tidak mau makan sama sekali. mata lesu miripsekali dengan milk fever. Pemeriksaan suhu dan nafas biasanya normal, gerak rumen kadang bisa lambat atau normal.
Terapi awal yang dilakukan biasanya adalah dengan pemberian infus Calsium boroglukonat (Biasanya oleh paravet* sebagai langkah awal agar hewan bisa berdiri dan Adanya dugaan kejadian Milk fever). Setelah hewan di infus biasanya nafsu makan menjadi baik, mata dan muka menjadi cerah, telinga dan ekor bisa di gerak2an tetapi hewan belum bisa berdiri, kadang2 hanya kuat mengangkat kaki depan/belakangnya saja. Bila di usahakan untuk berdiri (di siram air, di angkat ekor atau di setrum) tapi belum juga bisa berdiri maka biasanya di injeksi multivitamin. Setelah itu 1-2 hari dilaporkan ke dokter hewan.
Dokter hewan yang bertugas seperti biasa melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik kemudian melakukan pemeriksaan benda2 keton pada sampel urine dengan menggunakan dipstick (Nova test®). Jika memang terdiagnosa mengalami ketosis. Maka biasa dilakukan terapi dengan infus Glukosa atau dengan penyuntikan glukokortikoid (glukortin)dan di lakukan pennyuntikan multivitamin. Larutan Glukosa yang sering digunakan adalah 10% sebanyak 1 liter(karena sulit ditemukan konsentrasi yang lebih pekat & alasan keamanan).
Setelah di terapi biasanya disarankan ke peternak untuk sering membolak-balikkan tubuh sapi dan pemberian alas (“jajaban” = sunda) untuk mencegah adanya luka/lecet. Sapi biasanya dikontrol 3 atau 4 hari sekali dan dilakukan terapi yang sama. Hewan bisa sembuh dan berdiri biasanya bervariasi 1-3 minggu dari saat rubuh. Kesembuhan juga bervariasi karena kondisi sapi kadang menjadi parah karena perawatan peternak yang kurang baik.
Kesimpulan yang saya dapatkan dari kasus-kasus yang telah saya tangani, kejadian ketosis terjadi akibat beberapa kesalah manajemen yang sering kali terjadi. Kesalahan tersebut adalah:
  1. Anggapan salah mengenai masa kering. Peternak seringkali menganggap masa kering adalah masa yang pacekliknya peternak perah sehingga kualitas & pemberian pakan sapi pada masa itu biasa saja seperti masa laktasi. Padahal masa kering adalah masa spesial bagi sapi, pada masa kering seharusnya diberikan pakan dengan kualitas yang terbik dibanding masa laktasi biasa, karena pada masa kering sapi di berikan kesempatan untuk mempersiapkan kelahiran dan masa laktasi berikutnya. Oleh karena itu kejadian milk fever dan ketosis di masa sekitar kelahiran dan awal laktasi sangat tinggi.
  2. Cara mengeringkan sapi yang salah. Peternak sering memilih cara mengringkan sapi dengan menghentikan pemberian konsentrat sesaat sekaligus, padahal sapi tersebut gemuk dan pernah memiliki riwayat ketosis. Sehingga sering kali terjadi kasus ketosis pada hari2 awal kering kandang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar